Halaman

Minggu, 10 Maret 2013

Aku, Dirimu, Dirinya (terinspirasi dari Gaby dan Melody JKT48)


Aku masih termenung dengan beribu pikiran yang tidak menentu. Galau menghinggapi diriku. aku menyadari benar kenapa ini terjadi dan menimpa dirinya. Aku tidak tau kenapa sampai terjadi cinta yang seperti ini. Cinta yang sudah lama menghinggapinya kini kandas. Benar kata orang bahwa terkadang, kita tak akan pernah bisa merasakan indahnya dicintai dengan tulus, jika kita tak pernah disakiti.

Hingga saat ini pun aku pun tidak tau harus bagaimana lagi. Begitu indah sekaligus begitu menyakitkan. Tidak  pernah diduga sebelumnya. Hatinya telah terbagi dua.

            “Melody,” aku berguman sambil memandangi foto Melody. “Apakah pantas aku mendampingimu? Kemana perginya kamu, Melody? Tidak sudikah kau temui lagi sosok ku seperti yang dulu, seperti pertama kali kita bersendau gurau, melepas tawa kita masing-masing?” aku terus memandangi foto Melody. Foto saat Melody begitu manjanya sambil memegang batang Flamboyan minta difoto lewat kamera handphone aku. Ah, begitu cantik. Aku pun tersenyum. Ya, lebih baik tersenyum karena kadang seseorang lebih memilih tersenyum hanya karena tak ingin menjelaskan mengapa ia bersedih.

Memang sudah terlalu lama Melody mengisi kehidupan ku. Mengisi hari-hari dimana aku merasa kosong pada saat itu mungkin hingga saat ini. Tapi mengapa disaat seperti ini disaat aku mulai mengenal sosok cewek yang begitu istimewa justru malah Gaby muncul ? Ah memang sulit untuk mengucapkan selamat tinggal pada seseorang yang kita cintai, tapi lebih sulit lagi ketika kenangan bersamanya tak mau hilang begitu saja.

            “Gaby, bersediakah kamu menggantikan Melody?” batin ku tiba-tiba terusik oleh bayang-bayang Gaby di benaknya. Terus bergejolak. Bertanya-tanya. Mencari tau kemana hatinya kini ingin berlabuh. “Mengapa begitu sulit menghilangkan jejakmu Melody. Malah semakin melekat disaat Gaby hadir untuk mengisi kekosongan hatiku”

            Lamunan ku pun buyar ketika handphonenya berbunyi. Ada panggilan masuk. Dilihatnya darimana panggilan masuk itu.

            “Gaby..” aku pun cepat-cepat menjawab panggilan dari seberang sana. “Hallo, ada apa Gaby?”
            “Dhit, kamu ada dimana?”
            “Di rumah. Ada apa Gab?” suara ku menyelidik
            “Boleh aku meminta sesuatu padamu, Dhit?” pinta Gaby dari seberang sana.
            “Apa itu?” jawab ku sedikit penasaran
            “Temani aku ke Toko Buku ya? Harus mau, Dhit. Soalnya aku harus mendapatkan sebuah buku yang begitu penting banget”
            “Kok maksa sih…?” aku mencoba mengelak
            “Iya harus maksa. Pokoknya aku jemput sebentar lagi. Kamu siap-siap ya Dhit. Pokoknya mau ga mau harus mau. Oke sebentar lagi kujemput…”
            “Ta…tapi Gab….”
            Sudah terputus hubungan telponnya. Tinggal aku yang kelabakan harus berbenah diri cepat-cepat. Soalnya aku baru bangun tidur. “Ayo tersenyumlah, Dhit dalam mengawali hari, karena itu menandakan bahwa kamu siap menghadapi hari dengan penuh semangat!” begitu batin ku menghibur diri di depan cermin.

            Kami berjalan bergandengan. Sepanjang perjalanan jemari Gaby tak lepas begitu erat menggenggam tangan ku. Tiba-tiba darah ku berdesir hebat. Mengalir ke segala penjuru hingga sampai ke otaknya. Mulai panas. Mataku mulai sedikit berkunang-kunang. Lamunan ku pun menerawang jauh hingga Gaby mencubit pipi ku. Aku pun tersadar…

            “Auwww…sakit Gab…!”
            “Digandeng cewek cantik malah melamun, bukannya malah senang. Tuh semua cowok pada mencuri pandang kearah aku. Kamu gak cemburu?” Gaby begitu percaya diri berada di samping diriku.
            “Maaf, Gab. Aku terlalu bahagia berjalan bergandengan bersama kamu” ucap ku membesarkan hati Gaby.
            “Sungguh?”
            “Iya, sungguh. Makanya tadi aku melamun”
            “Hmm….aku tersanjung, Dhit. Aku nyaman berada di samping kamu, Dhit” kepala Gaby pun bersandar di lengan ku. Gaby tersenyum. Ada gurat bahagia di wajah Gaby. Gambaran cinta telah merona di wajah Gaby. Dan semakin eratlah pegangan tangan Gaby ke lengan ku.
            “Adhit…” tiba-tiba suara Gaby menyapa Adhit.
            “Iya, ada apa Gaby?” aku pun memandangi wajah Gaby. Wajah yang begitu cantik, polos terpancar binar cinta. Ah, Gaby apakah benar kamu pengganti cintaku yang hilang? Apakah benar kamu cewek istimewa pengganti Melody?
            “Apakah cintaku gak bertepuk sebelah tangan?” pertanyaan Gaby langsung ke lubuk hati ku yang paling dalam.
            “Apakah kamu merasa bertepuk sebelah tangan?” aku malah balik bertanya. Gaby balas memandang wajah ku. Mencari tau mungkin ada jawaban yang membahagiakan hati Gaby.

            Aku pun tersenyum. Dibelainya rambut Gaby dengan penuh kasih sayang. Diusapnya air mata yang akan menetes dari sudut mata Gaby.

            “Dicintai dan disayangi kamu adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan padaku” aku memberanikan diri untuk mengucapkannya.
            “Dalam hati aku menanti, kuserahkan hati sebagai tanda ketulusan cinta” jawab Gaby dengan mata berkaca-kaca bahagia.

            Aku pun terbuai dalam dekapan cinta Gaby. Melupakan segala kekusutan hati yang selama ini terbelenggu oleh cinta Melody. Melody yang entah kemana perginya. Membawa separuh hati ku. Separuh hidup ku. Separuh aku. Kata Noah dalam lagunya. Padahal aku masih tidak percaya kalau aku kini telah menjadi kekasih Gaby. Gaby dalam penilaian ku kini adalah cewek istimewa yang telah begitu hebatnya menggeser bayang-bayang Melody. Menepis angan-angan bersama Melody. Gaby lah yang kini mengisi cerita-cerita di dalam kehidupan ku. Bait demi bait iramanya begitu indah disenandungkan oleh hati. Ah, ini benar-benar sebuah cerita cinta. Sebuah romansa yang bisa membuat ku melupakan Melody.
           

            Pagi itu, aku dikejutkan oleh suara panggilan dari Handphonenya. Aku pun cepat-cepat membukanya. Dari siapakah gerangan. Ku lihat panggilan masuk di handphone.

       “Melody…” aku setengah terpekik. Jantung ku lebih cepat lagi berdetak. Hampir tak terkontrol. aku coba menguasai dirinya.

            “Halo….” Jawab ku.
            “Halo! Ini Adhit…?” suara dari seberang sana.
            “I..iyya….ini Mel….?” ucapku terbata.
            “Iya…Adhit…kamu dimana?”
            “Di kamar, Mel. Kamu kemana aja, ko menghilang begitu aja?” aku mulai memberanikan diri bertanya.
            “Adhit…maukah kamu menjemput aku di Bandara?”
            “Iyyaa Melody….jam berapa…?”
            “Sekarang….! pokoknya aku tunggu sampai kamu datang…!”

Sebenarnya pikiran ku pun berkecamuk. Terlintas wajah Gaby manakala aku menyetujui pertemuannya dengan Melody. Ada rasa bersalah dalam diri ku terhadap Gaby. Sebuah pertemuan yang telah lama diimpikannya. Wajah yang telah lama menghilang tiba-tiba akan muncul kembali. Melody, cewek istimewa idaman ku. Cewek istimewa yang telah pertama kali menggores hati ku. Ah, benar-benar aku ada dipersimpangan. Entah akan kemana hati ku memilih jalan dipersimpangan itu.
           
            “Mel….!” Panggil ku setelah lama mencari-cari Melody di Bandara.
            “Adhit….!” Balas Melody.

            Kami pun saling berpelukan. Erat. Seolah tidak mau lepas. Kerinduan yang lama terpendam kini terbayar lunas.

            “Mel, kamu semakin cantik” puji ku setelah mereka duduk melepas lelah di lobby Bandara.
            “Kamu juga semakin tampan, Dhit” balas Melody.

            Kedua tangan kami tak lepas saling genggam. Sepanjang pertemuan itu kami lebih banyak diam. Lebih banyak hanya hati kami yang saling bicara. Degup jantung kami semakin cepat berpacu. Semakin menambah kegugupan kami. Hanya saling bergenggaman tangan. aku mencoba membelai rambut Melody.

            “Mel, apakah kamu selalu memikirkan aku disaat kamu jauh dari aku?” aku mencoba membuka pembicaraan.

            Melody masih terdiam. Kemudian ia memandang wajah ku. Wajah yang pernah menghiasai kehidupan ku. Begitu indah hidup Melody kala itu.

            “Sampai saat inipun aku gak pernah melupakan kamu, Dhit”
            “Lalu kenapa kamu meninggalkan aku dan pergi begitu saja tanpa aku tau kemana perginya”

            Melody tidak langsung menjawab. Ia tertunduk. Mengalihkan pandangannya dari wajah ku. Banyak yang ingin ia ceritakan. Tapi rasanya berat untuk menceritakan hal ini kepada ku.

            “Karena aku terlalu mencintaimu, Adhit. Banyak mimpiku tentang kamu. Mimpi tentang cinta. Dan pada akhirnya sekMelng aku baru merasa bahwa kamu adalah cintaku yang sejati” Dari lubuk hati Melody, ia ungkapkan perasaan itu kepada ku.

            aku kini yang terdiam. Diam karena aku merasakan beban yang begitu berat. Cinta yang terkadang selalu memberikan solusi yang sulit kita terima. Karena ketika jatuh cinta, jangan berjanji tak saling menyakiti, namun berjanjilah untuk tetap bertahan, meski salah satu tersakiti.

            “Mel, saat ini mungkin aku bukan lagi Adhit yang seperti dulu. Bukan lagi Adhit yang bisa memberikan kenyamanan, memberikan ketenangan dalam meraih mimpi-mimpi manismu” kata ku memberanikan diri sambil memandangi wajah Melody.

            “Tidak Adhit. Kamu sempurna. Sempurna dalam hatiku. Dalam cintaku. Kamu yang telah menciptakan mimpi-mimpi manis tentang cinta dalam hidupku. Kamu yang telah banyak mengajarkan bagaimana cara meraih mimpi-mimpi”
“Berhentilah mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai, lebih baik belajar dan persiapkan diri menjadi seorang yang pantas untuk dicintai”
“Kamu sudah tidak mencintai aku lagi, ya Dhit?” dekapan Melody makin erat di lengan ku. Seolah tidak mau kehilangan. aku kini semakin kacau. Kemudian ia coba menenangkan Melody dengan membelai rambut Melody. Mengusap air mata yang menetes di pipi Melody.
“Bukan itu, Mel. Aku masih menyayangi kamu. Aku masih mencintaimu. Tapi aku tak bisa memilikimu”

Melody bisa memahami Melh pembicaraan ku. Melody melepaskan dekapan ku. Mencoba tegar dan menghapus air matanya yang membasahi pipinya.

“Kalau boleh tau, siapa cewek yang telah berhasil menaklukkan hatimu, Dhit?” Tanya Melody sambil mencoba tersenyum kepada ku

aku memandangi wajah Melody. Ia balas senyum Melody. “Mel,  meski tak dicintai oleh seseorang yang kamu cinta, tak berarti kamu merasa tak berarti. Hargai dirimu dan temukan seseorang yang tahu itu”

Melody merenungi kata-kata ku. Melody merasa aku telah lebih dewasa kini. Aku mungkin benar-benar telah menjadi guru yang terbaik dalam hidup Melody. Guru yang telah mengajarkan bagaimana caranya meraih mimpi-mimpi.

“Adhit, jika kamu tulus mencintanya, jangan pernah hiasi matanya dengan air mata, telinganya dengan dusta, dan hatinya dengan luka” ucap Melody
“Ya, aku sangat mencintainya. Dialah Gaby. Cewek istimewa dalam kehidupanku. Aku tak bisa menghianatinya, Mel”

 Melody mencoba tersenyum. Mencoba berbesar hati. Ia pandangi wajah ku. ”Benar, Dhit karena orang yang pantas kamu tangisi tidak akan membuatmu menangis, dan orang yang membuatmu menangis tidak pantas kamu tangisi. Selama ini aku meninggalkan kamu karena aku ingin menguji diriku kira-kira siapa cinta sejatiku kelak.”.
            “Kamu pasti akan menemukan orang yang pantas mendampingimu”
            “Terima kasih, Adhit. Aku pasti akan sulit melupakan kamu”
            “Cobalah, Mel. Karena satu pelajaran penting tentang patah hati adalah jika dia mampu menemukan cinta yang baru, begitu juga dirimu!”
            “Iya, Dhit. Sekali lagi terima kasih karena pernah mencintaiku. Salahku kenapa dulu aku tak mempedulikan mimpi-mimpimu. Sekarang aku akan pergi menjauh dari kehidupanmu”
            “Kemana?”
            “Aku akan kembali ke Australia melanjutkan studiku. Orang tuaku telah menaruh hMelpan pada diriku”
            “Selamat jalan, Melody”.

            Melody melepaskan dekapannya. Kemudian berjalan menjauhi diriku. Tak sanggup Melody memandang wajah ku karena telah basah oleh air mata. Entah bagaimana perasaan Melody saat itu karena aku pun hanya mampu berdiri. Diam sambil memandang tubuh Melody yang semakin menjauh.

            “Selamat jalan Melody, jangan terlalu lama menangisi yang telah pergi, karena mungkin nanti kamu akan bersyukur telah meninggalkan yang kamu tangisi saat ini” begitu doa ku kepada Melody.

Mungkin suatu saat nanti
Kau temukan bahagia meski tak bersamaku
Bila nanti kau tak kembali
Kenanglah aku sepanjang hidupmu…







Created by: Adhityo N
Follow my twitter: @adhityo_np

Jika anda ingin mengcopy teks ini harap cantum kan nama pengarang dan sumber. Arigatou J


Mataku adalah Matamu (terinspirasi dari Jessica Vania JKT48)


jessica vania atau yang biasa kupanggil Jeje, pada suatu pagi Jeje duduk di sebuah taman di depan rumahnya sambil memainkan biolanya. Nada-nada indah mengalun dengan merdu. Siapa saja yang mendengarnya pasti akan tersentuh. Meskipun buta Jeje termasuk perempuan yang sangat berbakat. Dia tergolong dalam orang-orang cacat yang memiliki kelebihan.

Sepuluh tahun yang lalu, saat Jeje duduk di bangku SD, dia mengalami kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya. Saat itu di tengah bermain kejar-kejaran bersama teman kecilnya yang bernama andre. Pada saat yang sama yudha berlari menuju kejalan raya, tanpa di sangka mobil melintas ke arahnya, Jeje yang melihat kejadian itu langsung berlari ke arah yudha dan mencoba menariknya agar terhindar dari mobil itu. Alhasil yudha terbebas dari mobil itu tetapi malah dirinya yang tertabrak. Inilah penyebab kebutaannya. Melihat hal itu yudha terus-terus saja di hantui rasa bersalah yang amat mendalam sampai sekarang ini. Dia rela melakukan apa saja demi menebus rasa bersalahnya terhadap Jeje bahkan dia rela mendonorkan matanya tetapi Jeje menolaknya. Hingga pada akhirnya yudha mengikuti orang tuanya ke luar negeri.

Hari-hari Jeje di isi dengan kegelapan. Dia tidak pernah merasa putus asa maupun mengeluh. Dia tetap saja menikmati hari-harinya dengan senyuman. Dia tidak pernah menjadikan kebutaannya ini sebagai alasan untuk terpuruk. Justru dia merasa beruntung karena masih di beri kesempatan untuk hidup dan menjalani hari-hari.Kadang-kadang Jeje diliputi rasa rindu dengan yudha sahabatnya. Sudah tiga tahun mereka tidak pernah bertemu. Meskipun kehilangan yudha Jeje memiliki teman baru Randy namanya. Mereka bertemu di tempat les biola. Randy adalah laki-laki yang baik, meskipun belum lama berkenalan tetapi dia sangat baik dan perhatian terhadap Jeje. Entah mengapa setiap berada di dekat goya Jeje selalu merasakan sesuatu yang aneh. Dia selalu merasa kalau Randy seperti tidak asing baginya dan terasa sudah lama mengenal Randy. Tapi siapa pun dia, Jeje sangat berterima kasih karena sudah baik padanya dan selalu membuat dia bahagia.

Sebulan pun telah berlalu, Randy dan Jeje makin akrab saja. Suatu hari Jeje menangis karena rindu akan sahabatnya yang telah lama meninggalkannya. Randy yang tidak tega melihat Jeje menangis akhirnya menghiburnya dan mengembalikan senyum cerianya kembali. Dia selalu membuat hari-hari Jeje penuh dengan keceriaan dan selalu ada disaat Jeje butuh dimana pun dan kapan pun. Jeje sangat berharap suatu hari nanti ketika keajaiban datang menghampirinya dan dia sudah dapat melihat lagi, orang yang akan ia temui pertama kali adalah Randy, dia ingin menatap wajah Randy dan membelainya, sekaligus ingin berterimah kasih karena sudah baik padanya.

Kebersamaan mereka yang di rajut untuk beberapa bulan saja akhirnya kandas di tengah jalan. Entah mengapa Randy tiba-tiba menghilang dan sulit sekali untuk di hubungi. Lagi-lagi Jeje harus ditinggalkan oleh orang-orang ia sayangi. Dia sangat sedih karena harus menerimah kenyataan itu dan lebih menyedihkan lagi, di saat dia akan melihat lagi dia harus kehilangan Randy. Padahal selama ini dia selalu mengimpikan akan melihat Randy dan berbagi kebahagiaan dengannya. Setelah sekian lama menunggu donor mata, akhirnya ada juga pendonor mata yang datang. Entah siapa pendonor mata ini, identitasnya sangat di rahasiakan. Menurut dokter belum saatnya kamu mengetahui siapa pendonor mata ini, nanti setelah kamu melihat baru bisa mengetahuinya. Hatinya begitu galau mendengar pernyataan dokter karena dia ingin sekali berterimah kasih pada sang pendonormata.

Seminggu setelah operasi mata berjalan. Akhirnya Jeje sudah bisa melihat indahnya dunia ini. Apa-apa saja yang dulu ia tidak bisa liat akhirnya dia bisa melihat, menyentuh dan merasakannya. Bahkan wajahnya pun akhirnya sudah bisa ia lihat di depan cermin. Dia sangat bahagia.

Tak ada kata-kata yang ia dapat ucapkan selain beryukur kepada yang di atas. Diam-diam dia meneteskan air matanya. “andaikan Randy dan yudha ada di sini”. Ucapnya lirih. Tiba-tiba saja dia di kagetkan oleh panggilan mamanya, dia lalu buru-buru menghapus air matanya. Dia kaget dan sedikit heran ketika mamanya memberikannya sebuah surat. Buru-buru ia membacanya. Setelah membaca isi surat, tak kuasa ia menangis dan berteriak sekeras-kerasnya. Ternyata pendonor matanya adalah yudha alias Randy. Selama ini orang yang bernama Randy adalah yudha, di memberikan matanya karena dia ingin melihat Jeje bahagia dan sebagai wujud rasa bersalahnya di masa lalu. Jeje tak kuat lagi, dia terus-terus saja menagis. Dan lebih membuat hatinya hancur adalah pendonor matanya adalah sahabatnya sendiri. Entah apa yang harus ia lakukan, dia belum sempat berrterimah kasih karena tiga hari setelah operasi yudha sudah berangkat ke luar negri.
  
Ini merupakan kejadian yang amat tidak bisa di lupakan Jeje, karena di balik matanya terdapat mata yudha. Mata Jeje adalah mata yudha, begitupun sebaliknya. “jaga mataku baik-baik Jeje, aku sangat bahagia bisa melihatmu bisa melihat lagi. Senyum mu adalah bahagiaku”. Begitulah pesan terakhir di isi surat yudha.




Created by: Adhityo N
Follow my twitter: @adhityo_np

Jika anda ingin mengcopy teks ini harap cantum kan nama pengarang dan sumber. Arigatou J